Wednesday, January 6, 2010

Takdir


Beberapa waktu yang lalu ada seorang teman lama yang menelpon tentang hidupnya. Perbincangan mengalir tentang mengapa dalam usianya sekarang belum dikarunia pasangan, ketika lahir kenapa dilahirkan dengan handycap (baca: kekurangsempurnaan fisik), apakah tuhan tidak sayang?

Topik takdir selalu menjadikan hangat kalau dijadikan sebagai topik diskusi. "Ke-hangat-an" ini muncul karena selalu saja ada beberapa kelompok yang berseberangan pendapatnya tentang takdir. Ada yang berpendapat bahwa takdir seseorang sudah ditentukan oleh Allah swt, manusia tinggal menjalaninya saja. Hal ini merujuk pada beberapa firman Allah, QS. An'Am ayat 59:

59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).(QS.6:59)

Sementara kelompok yang lain berpendapat bahwa takdir adalah sesuatu yang masih bisa berubah, tergantung kepada usaha kita. Hal ini juga dengan sandaran Al Quran Ar Ra'd ayat 11:

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Jadi seharusnya bagaimana nih kita menyimpulkan dua ayat al quran yang "kelihatannya" bertentangan ini? Iktiar untuk menjawab pertanyaan ini saya temukan dalam bukunya Agus Mustofa "Mengubah Takdir-seri 7 diskusi tasawuf modern". Walaupun kebenaran 100% ada di Allah namun kita wajib mencarinya.

Inti pemikiran dari Agus Mustofa adalah Takdir dipengaruhi oleh usaha dan kehendak Allah. Manusia diperintahkan untuk berusaha seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Sedangkan Allah telah menciptakan hukum-hukum-Nya yang kita sebut sunatullah. Hasilnya yang menentukan adalah Allah, tergantung kepada usaha kita. Disamping itu ada juga faktor lain yang berpengaruh (hal ini tentu juga di atur oleh Allah). Lihat tulisan saya dalam review buku outlier (kaitannya jelas sekali).

Perumpamaannya adalah seperti sebuah kalkulator, hasil yang nampak di layar kalkulator tergantung kepada tombol apa yang kita pencet, penjumlahan, perkalian atau yang lain. Akan tetapi ketentuan-ketentuan yang mengaturnya sudah di program oleh pembuat kalkulator. Dalam hal ini adalah yang maha pencipta ALLAH Swt.

Saya cenderung setuju sama pemikiran Agus Mustofa ini, tentunya manusia diciptakan bukan untuk sesuatu yang sia-sia. Kita punya pilihan, diberikan kebebasan sehingga kita diberikan potensi yang sedemikian besar (Surat At tiin: Sesungguhnya kami ciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk). Konsekuensinya kita mempunyai tanggungjawab atas semua perbuatan yang kita lakukan.

Wallahu'alam bisawab.

No comments:

Post a Comment