Monday, August 10, 2009

Gas Donggi-Senoro


Gas Donggi-Senoro

Membaca Koran tempo tanggal 10 Agustus 2009, Kisruh proyek gas Donggi-Senoro, mengingatkan kita akan janji-janji capres-cawapres pemilu kemarin. Semua capres menjanjikan keberpihakan mereka kepada rakyat. Tapi akan kita lihat seberapa jauh keberpihakan SBY sebagai presiden terpilih kembali memihak kepada kepentingan Rakyat Indonesia dan bukan pada kepentingan asing.

Seperti kita ketahui bersama, gas (sebagai sumber bahan bakar) mempunyai keunggulan berupa harga yang lebih murah dibanding dengan harga minyak bumi. Sehingga gas ini menjadi rebutan berbagai industry, seperti PLN (untuk menggantikan solar menggerakkan turbin), industri keramik (sebagai pembakaran), industry tekstil, dan semua industry yang memerlukan proses listrik dan pembakaran. Penggantian solar diesel menggunakan gas akan mereduksi biaya produksi secara signifikan. Karena itu gas menjadi rebutan banyak pihak diantaranya industry dalam negeri dan pemain asing. Selama ini terdapat shortage/kekurangan pasokan gas untuk industry dalam negeri. Kontradiksinya adalah banyak sekali gas kita yang diekspor keluar negeri. Alasannya adalah kita terikat pada kontrak jangka panjang penjualan gas kepada pihak asing. Gas kita banyak dijual ke Singapura dan Jepang.

Angin segar keberpihakan pemerintah melalui Wapres Jusuf Kalla terlihat pada pertemuan tanggal 3 Juni 2009, yang menghasilkan keputusan berupa:

  • - Energi/Gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
  • - Pembangunan sarana dan prasarana energy mengutamakan produksi dalam negeri dan dilakukan dengan biaya yang efisien.

Tiga perusahaan Indonesia (PT IKPT, PT Triparta, dan PT Rekayasa Industri) mengajukan biaya pembangunan sarana dan prasarana gas donggi-senoro senilai US$ 1,2 miliar. Pengelolaan Gas Donggi-Senoro ini dilakukan oleh SPV (Special Purpose Vehicle)-semacam perusahaan khusus yang dibuat untuk menangani bisnis tertentu-PT. Donggi Senoro, yang terdiri dari 3 pihak Pertamina, Medco dan Mitsubishi.

Akan tetapi dipihak lain, Pertamina dan Menteri ESDM menyepakati pembuatan sarana pengeboran gas senilai US$ 1,6 miliar dan dijual dengan kombinasi EKSPOR dan pemenuhan gas domestic. Pihak ini mengadu kepada presiden.

Perseteruan Wapres dan Menteri ESDM-Pertamina sampai dengan saat ini belum selesai. Kita tunggu keberpihakan SBY dalam mengambil keputusan gas Senoro-Donggi ini. Apakah beliau mengutamakan kepentingan industry nasional atau mengekspor gas seperti yang sudah-sudah. Wallahu alam bisawab.