Thursday, December 31, 2009

Konsumerisme Vs Konsumtif


Dua kata ini sering di campur adukkan. Padahal "dua binatang" ini adalah dua hal yang sangat berbeda. Orang sering menyamakan dua kata ini sebagai sebuah perilaku untuk melakukan konsumsi secara berlebihan. Kata tepat untuk menggambarkan kondisi ini adalah kata konsumtif. Sebagai contoh adalah diskon gede-gedean akan meningkatkan perilaku konsumtif dari orang-orang. Hal ini menurut saya juga sebenernya lebih terkait dengan hati dan pikiran kita. Kalau kita orangnya sederhana dan tidak neko-neko kelihatannya agak jauh dari perilaku konsumtif.

Didalam istilah ekonomi makro terdapat istilah marginal propencity to consume (MPC). MPC ini menjelaskan kecenderungan kita untuk melakukan konsumsi atas pendapatan yang kita peroleh. Nilainya berkisar dari 0 sampai dengan 1. 0 berarti semua pendapatan kita tabung dan tidak ada yang kita gunakan untuk melakukan konsumsi. Jelas bahwa konsumtif lebih dekat kepada "to consume".

Sementara consumerisme lebih dekat kepada consumer, yakni konsumen. Konsep konsumerisme diartikan sebagai gerakan untuk melindungi dan menginformasikan kepada konsumen dengan meminta kepada produsen untuk jujur dalam kemasan, iklan, jaminan produk dan standar keamanan produk. Implikasi dari gerakan ini adalah adanya LSM yang peduli dengan kepentingan konsumen, di Indonesia hal ini dilakukan oleh YLKI (yayasan lembaga konsumen Indonesia). Kantornya kalau belum pindah ada di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kalau dari Jalan Pasar Minggu, lurus dari Tugu Pancoran kearah pasar minggu sampai di pertigaan Duren Tiga kekanan, sekitar 400 meter ada perempatan trus kekanan, nanti di kiri jalan, ada plang YLKI.

Pemerintah juga telah mengatur tentang perlindungan tentang konsumen ini melalui UU No. 8 tahun 1999. Didalam undang-undang ini diatur tentang hak dan kewajiban konsumen. Secara sekilah konsumen mempunyai hak untuk:
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
    dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
    tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
    dan/atau jasa;
  4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
    digunakan;
  5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
    perlindungan konsumen secara patut;
  6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
    dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
    mestinya;
Selain itu konsumen juga mempunyai kewajiban untuk:
  1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
    barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
Secara lebih lengkap, dapat melihat dalam UU N0. 8 tahun 1999. Ikuti link berikut deh kalau mau lihat lengkapnya http://www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-8-1999.pdf

Tuesday, December 29, 2009

OUTLIERS


Buku ini ditulis oleh Malcolm Gladwell, seorang penulis buku best seller yang lain yakni The Tipping Point dan Blink. Dalam buku outliers ini Malcolm Gladwell menulis tentang rahasia dibalik sukses para outliers.

Out-li-er: 1. sesuatu yang lokasinya jauh atau memiliki kelas yang berbeda dari bagian utama atau bagian lainnya. 2. Sebuah pengamatan statistik yang memiliki nilai berbeda dari contoh lainnya.

Dari judulnya ini dapat digambarkan bahwa isi buku ini mengeksplorasi tentang hal-hal yang berada diluar kebiasaan, atau diluar nilai-nilai normal. Mengapa seseorang atau sebuah kelompok dapat mencapai prestasi yang luar biasa disebuah bidang? Hal-hal apa saja yang mendorong kesuksesannya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mencoba dijawab oleh buku ini.

Kebanyakan dari kita (termasuk pada awalnya saya) mempunyai pandangan bahwa seseorang yang dikarunia tingkat intelegensia yang tinggi akan sukses dalam kehidupannya. Ternyata tidak. Intelegensia memang penting namun ada banyak faktor lain yang mempengaruhi kesuksesan seseorang. Bill Gates memang mempunyai otak yang brillian, Einstein juga (IQ 150), Habibie juga. Namun ada seorang yang bernama Chris Langan (IQ 195) ternyata hidupnya biasa-biasa saja, tidak menghasilkan sebuah karya yang monumental. Dia "hanya" menjadi seorang peternak biasa. Terdapat faktor lain berupa lingkungan yang kondusif, kerja keras, dan kesempatan serta sesuatu yang lebih besar lagi (tren industri).

Para raja IT ternyata dilahirkan pada kisaran tahun yang sama 1955-an. Bill Gates, Paul Allen, Steve Jobs dilahirkan pada kisaran tahun tersebut. Pada saat mereka beranjak dewasa terdapat kesempatan untuk mengeksplorasi komputer pribadi. Usia diatas dan dibawah mereka menjadi tidak pas untuk tumbuh menjadi raja komputer dunia. Bisa ketuaan atau terlalu muda. Mereka juga dikarunia kesempatan (sebuah kebetulan yang didisain oleh Tuhan) untuk melakukan praktek, kerja keras, latihan sehingga ketika dunia membutuhkan merekalah yang telah siap untuk menyambut tantangan. Malcolm Gladwell mengistilahkan dalam kaidah 10.000 jam.

Budaya juga mempengaruhi kesuksesan orang dalam bidang tertentu. Bagaimana bangsa asia yang mempunyai budaya bekerja keras mempunyai keunggulan dalam bidang matematika, sementara karena budaya penghormatan kepada atasan pilot-pilot korea mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi. Kerja keras menjadi salah satu kunci dari keberhasilan para outliers, namun lebih dari itu harus didukung sesuatu yang lain. Anak yang mempunyai intelegensia tinggi harus didukung oleh lingkungan "concerted cultivation".

Terkait dengan fakta-fakta yang diungkap dalam buku ini saya teringat dengan Bagaimana dengan Indonesia? Kita mempunyai banyak talenta-talenta unggul, banyak dari generasi muda kita menjuarai olimpiade matematika, fisika, etc. Namun apakah lingkungan kita mendukung untuk talenta-talenta ini menjadi outliers dunia?

Bagi yang masih penasaran tentang buku ini dapat mengunjungi situs Malcolm Gladwell di http://www.gladwell.com/outliers/index.html atau lebih bagus baca sendiri deh bukunya.




Monday, August 10, 2009

Gas Donggi-Senoro


Gas Donggi-Senoro

Membaca Koran tempo tanggal 10 Agustus 2009, Kisruh proyek gas Donggi-Senoro, mengingatkan kita akan janji-janji capres-cawapres pemilu kemarin. Semua capres menjanjikan keberpihakan mereka kepada rakyat. Tapi akan kita lihat seberapa jauh keberpihakan SBY sebagai presiden terpilih kembali memihak kepada kepentingan Rakyat Indonesia dan bukan pada kepentingan asing.

Seperti kita ketahui bersama, gas (sebagai sumber bahan bakar) mempunyai keunggulan berupa harga yang lebih murah dibanding dengan harga minyak bumi. Sehingga gas ini menjadi rebutan berbagai industry, seperti PLN (untuk menggantikan solar menggerakkan turbin), industri keramik (sebagai pembakaran), industry tekstil, dan semua industry yang memerlukan proses listrik dan pembakaran. Penggantian solar diesel menggunakan gas akan mereduksi biaya produksi secara signifikan. Karena itu gas menjadi rebutan banyak pihak diantaranya industry dalam negeri dan pemain asing. Selama ini terdapat shortage/kekurangan pasokan gas untuk industry dalam negeri. Kontradiksinya adalah banyak sekali gas kita yang diekspor keluar negeri. Alasannya adalah kita terikat pada kontrak jangka panjang penjualan gas kepada pihak asing. Gas kita banyak dijual ke Singapura dan Jepang.

Angin segar keberpihakan pemerintah melalui Wapres Jusuf Kalla terlihat pada pertemuan tanggal 3 Juni 2009, yang menghasilkan keputusan berupa:

  • - Energi/Gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
  • - Pembangunan sarana dan prasarana energy mengutamakan produksi dalam negeri dan dilakukan dengan biaya yang efisien.

Tiga perusahaan Indonesia (PT IKPT, PT Triparta, dan PT Rekayasa Industri) mengajukan biaya pembangunan sarana dan prasarana gas donggi-senoro senilai US$ 1,2 miliar. Pengelolaan Gas Donggi-Senoro ini dilakukan oleh SPV (Special Purpose Vehicle)-semacam perusahaan khusus yang dibuat untuk menangani bisnis tertentu-PT. Donggi Senoro, yang terdiri dari 3 pihak Pertamina, Medco dan Mitsubishi.

Akan tetapi dipihak lain, Pertamina dan Menteri ESDM menyepakati pembuatan sarana pengeboran gas senilai US$ 1,6 miliar dan dijual dengan kombinasi EKSPOR dan pemenuhan gas domestic. Pihak ini mengadu kepada presiden.

Perseteruan Wapres dan Menteri ESDM-Pertamina sampai dengan saat ini belum selesai. Kita tunggu keberpihakan SBY dalam mengambil keputusan gas Senoro-Donggi ini. Apakah beliau mengutamakan kepentingan industry nasional atau mengekspor gas seperti yang sudah-sudah. Wallahu alam bisawab.

Monday, May 11, 2009

Kereta Rel Listrik


KRL=Kereta Rel Listrik

Tiap hari moda transport ini mengangkut puluhan, mungkin ratusan ribu orang (terutama para karyawan yang tinggal di pinggiran kota Jakarta memasuki pusat-pusat kota Jakarta. Mereka yang tinggal di pinggiran kota Jakarta seperti Bekasi, Tangerang, Depok, Bogor memanfaatkan moda transportasi ini. Jalur rel langsung menuju jantung pusat kota Jakarta seperti Stasiun Dukuh Atas-Sudirman, Stasiun Manggarai, Stasiun Cikini, Juanda, Gambir dan Stasiun Kota.

Ada berbagai kelas KRL yang beroperasi. Yang paling bagus adalah kereta express. Kereta ini ditujukan untuk penumpang yang mengejar waktu, kereta dilengkapi AC, pedagang asongan gak boleh masuk, dan dari point to point, tidak setiap stasiun berhenti. Hanya pada statsiun-stasiun tertentu. Dengan berbagai kelebihan ini, karcisnya menjadi paling mahal.

Jenis kedua adalah kereta ekonomi AC. Perbedaan utama dengan kereta express adalah tempat berhenti. Kereta ini berhenti di setiap stasiun, kecuali stasiun gambir. Fasilitas AC, tidak ada pedagang asongan. Harga tiket dibawah harga kereta express.

Jenis kereta ketiga adalah kereta ekonomi. Sesuai dengan namanya yang ekonomi, (dosen ekonomi mikro saya bilang, ekonomi adalah hal-hal yang terkait dengan scarcity-kelangkaan) maka fasilitas menjadi sesuatu yang langka. Tidak ada AC, kenyamanan juga minim. Plusnya adalah plus pedagang asongan, plus bau yang tak sedap. Berhenti tiap stasiun, kecuali stasiun gambir. Kalau pagi atau sore...wow...penuh, berjubel, sampai keatap juga dinaikin. Harga karcis menjadi paling murah...tergantung jarak yang ditempuh...mulai dari Rp. 1.500.

KRL menjadi tumpuan banyak warga untuk menghindari kemacetan jalan raya menuju Jakarta yang sudah pada tahap "kronis" he..he... Kadang-kadang KRL juga mengalami gangguan. Beragam sebabnya, mulai dari kereta mogok, ada kerusakan vessel (mahluk apa ini ya?), kereta anjlok, etc. Menyebalkan kalau udah terjadi kayak gini. Gak tahu ya, apakah jumlah gangguan ini jadi salah satu key performance indicator KAI. Tapi sejauh ini, KRL masih tetep jadi andalan masuk kantor buat saya.

Use public transportation to reduce air pollution....