Tuesday, January 25, 2011

If you don't know where you are going, any road will take you there

Kalimat tersebut saya temukan waktu baca buku design your organization karangan amy kates. Kalimat tersebut saya pasang juga di status BlackBerry. Udah beberapa minggu tidak saya ganti. 2 orang temen sempat komen (thanxs buat Brian dan Bu Made), dua-duanya ngasih info tentang dari mana mereka menemukan kalimat ini. Kalimat ini ternyata muncul dari komik "alice in wonderland", waktu sang tokoh tersesat didalam hutan. Terjadi perbincangan antara alice dan kelinci. Si Kelinci menasehati alice kalimat bijak ini.

Intinya adalah kalau kita gak tahu tujuan kita, semua jalan bisa kita tempuh. Atau dengan kata lain tujuan menjadi filter/saringan apakah tindakan kita udah bener apa belum. Kalau tujuan saja kita tidak punya, tindakan kita, hidup kita bisa ngawur. Kekanan, kekiri, kebelakang, kedepan, semuanya benar.

Implikasi ada tidaknya tujuan bisa macam-macam, mulai dari kehidupan kita secara pribadi, di pekerjaan, keluarga, dll, banyak banggget deh.
1. Kehidupan Pribadi

Pembahasannya jadi religius nih...sebagai muslim saya meyakini islam sebagai sumber nilai saya. Nilai dalam bekerja, sebagai pribadi, bermasyarakat, dalam berkeluarga, dan dalam berkaktivitas yang lain.

"setiap diri adalah pemimpin, setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya (Hadis Nabi Muhammad). Saya mempercayai bahwa diri kita dilengkapi dengan resources yang banyak. Manusia diciptakan dalam bentuk yang terbaik (QS Attin), otak yang potensinya unlimited (bukan limited edition lho), fisik, jiwa, ... Potensi yang banyak tersebut ditujukan untuk sebuah tujuan, Tuhan pasti punya tujuan untuk kita. Keberadaan kita didunia ini for certain reasons. "dan kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk ibadah (QS Adzariat 56). Jadi tujuan hidup kita sebagai individu adalah semata-mata untuk beribadah. Ibadah yang mana? apakah cuman untuk sholat, berdoa, naik haji, zakat dan ibadah ritual saja? Tentu saja tidak. Setiap aspek dalam hidup kita dapat menjadi ibadah. Bekerja mencari uang, adalah untuk ibadah, mencukupi kebutuhan keluarga, untuk beramal, untuk memberikan manfaat kepada lingkungan, memberikan value kepada orang lain. Tidak akan ada gedung yang indah jika tidak ada arsitektur, tidak ada orang yang sembuh jika tidak ada dokter, dll.

Then, bagaimana orang yang bekerja tanpa tujuan untuk beribadah? Mereka tetap bekerja, menghasilkan karya-karya terbaik, menghasilkan uang, namun... Tuhan tidak ridla. Bekerja adalah salah satu wujud untuk mencari keridlaan Allah. Tujuan hidup tidak tercapai, tujuan instrumen saja yang tercapai.


2. Pekerjaan
Dalam pekerjaan setiap jabatan diciptakan untuk menghasilkan value tertentu. Pekerjaan administrasi bertujuan untuk mengadministrasi menjadi rapi, teratur, and orderly. Analis menghasilkan analisa yang tajam, untuk kepentingan pembuatan keputusan. Pemimpin untuk memimpin anak buah, memberikan arah secara jelas, mengkomunikasikan arah yang dipimpin...dll.
Keberhasilan pemimpin adalah kalau dia mampu mencapai tujuan dari unit/entitas tempat dia ada. Biasanya tujuan ini terwakili dalam visi dan misi entitas itu. Kalau pemimpinnya gak paham tujuan dia ditempat itu, wah repot dan runyamlah organisasi ini. Organisasi menjadi tidak fokus, keputusan diambil tanpa kriteria yang jelas, semangat bawahan juga turun. Bisa jadi mencla-mencle... doing business as usual.

Untuk jadi pemimpin harus tahu kemana organisasi akan dibawa. Jika tidak tahu mending jadi anak buah saja, impaknya tidak terlalu besar....he..he...paling urusan anak buah yang gak bener (ini juga salah sih)

Anak buah yang gak punya visi juga bahaya...bekerja seperti biasa, tidak ada improvement, tidak ada inovasi sehingga value buat perusahaan juga tidak nambah.

Kesimpulannnya: tiap orang harus punya visi, punya tujuan, tidak memandang posisinya sebagai apa, staf, direktur, kepala keluarga, atau anggota keluarga...dll.

Friday, December 31, 2010

Gubernur Jogja


Pemilihan Vs Penetapan Gubernur Jogja

Sebagai seorang yang lahir dan besar di Jogja tergelitik juga akhirnya untuk buat tulisan, menuangkan pikiran tentang tanah kelahiran he..he... (inilah yang disebut oleh Rhenald K. sebagai cohort…mengingat2 masa lalu).

Orang Jogja dalam hal berbahasa pada umumnya, sekali lagi pada umumnya-tidak semua, mempunyai karakteristik sebagai type high context. Orang yang mempunyai karakteristik seperti ini tidak akan secara tegas mengatakan apa yang ada dikepala dan pikirannya. Bahasa dan perilaku yang dipilih akan menggunakan symbol-simbol. Maunya A bilangnya B. Lihatlah pada upacara pernikahan adat Jogja, banyak sekali perlambang-perlambang yang dipakai. Pake getepe, pakai jualan dawet pake wingko, midodareni, dll…. Banyak sekali “sanepa”-semacam peribahasa yang ada di Jogja.

Sementara tipe yang berlawanan adalah tipe low context. Di Indonesia orang tipe seperti ini kita temukan pada orang batak, mereka terkenal ngomong apa adanya, ceplas-ceplos. Begitu gak suka bilang tidak suka, dst.

Dengan background seperti diatas, maka mudah-mudahan kita dapat memahami tindak-tanduk Sultan HB X ini dalam hal pemilihan dan penetapan Gubernur DIY. Cobalah perhatikan ketika Sultan HB X ini diminta komentarnya tentang penetapan atau pilihan secara langsung untuk posisi Gubernur DIY. Jawabannya selalu “saya serahkan sepenuhnya keputusan kepada rakyat”. Begitupun juga ketika ada keinginan untuk menjadi presiden, diadakanlah pisowanan agung yang “meminta” untuk menjadi presiden. Semuanya dalam bungkus aspirasi rakyat. Aspirasi Sultan sendiri seperti apa? Kok gak bunyi ya… Inilah high context orang Jogja. Sebenernya pingin tapi lewat orang lain lah… nanti dikira gila kekuasaan, rakyat kok yang minta bukan saya..begitulah katup penyelematnya (hue..he…he…)

Kemudian bagaimana aspirasi rakyat terbentuk?

Inilah yang kemudian beberapa pihak bermain. Ditataran publik, media massa dipercaya sebagai alat ampuh untuk mempengaruhi orang-orang untuk mempunyai sikap dan pikiran yang sama. Harian terbesar di Jogja adalah Kedaulatan Rakyat-KR. Walaupun pers dituntut untuk bersikap objektif namun pasti tidak bisa lepas dari kepentingan pemodalnya. Pemilik KR dekat dengan keraton, itu sangat jelas. Media Indonesia juga dekat dengan keraton-Sultan dan Surya paloh sama2 di Nasional Demokrat. Metro TV secara intense dan berulang ulang memblow-up pidato SBY dan masalah penetapan gubernur DIY. Dilevel grassroot-akar rumput digarap melalui paguyuban-paguyuban lurah yg ada di Jogja. Semuanya bicara tentang penetapan sultan otomatis sebagai gubernur DIY, tanpa melihat opsi yang lain. Kalau ada opsi berarti kita harus menimbang-nimbang, opsi mana yang baik bagi kita…. Jangan secara buta langsung setuju atau tidak.

Penetapan secara langsung bahwa sultan HB akan menjadi Gubernur DIY membawa konsekuensi pada hilangnya control rakyat terhadap baik-buruknya pemerintahan. Ya kalau dapat sultan yang capable, baik, mampu memimpin, aspiratif, dll. Sultan HB IX terbukti mempunyai visi yang jauh dan aspiratif. Selokan mataram sebagai bukti kecintaan beliau terhadap rakyatnya. Dari pada rakyat mataram disuruh kerja paksa oleh Belanda, Sultan HB IX berinisiatif membuat selokan mataram untuk menyelamatkan rakyatnya. Tapi bagaimana dengan Sultan HB X, HB XII, HB XIII, dst. Apakah kita dapat menjamin future leader tersebut punya kapasitas menjadi pemimpin orang jogja? Kalau baca buku babad tanah jawa, terdapat fakta tentang pasang surut kualitas Sultan Mataram.

Yang masih harus dipikir adalah bagaimana menghargai nilai historis keraton Jogja dalam ikut membangun Negara RI. Apakah penghargaan itu dalam bentuk privilege jadi Gubernur DIY? Saya kira ada cara lain yang mesti kita pikirkan secara lebih bijaksana dan tidak dengan hati yang panas….

Hidup Jogjaku…

Friday, October 29, 2010

DPR: Benchmarking apa Plesiran


Kebiasaan DPR yang tengah disorot saat ini adalah Plesiran DPR ke Luar Negeri. Ada yang ke Belanda, Yunani, Inggris, dan ketempat lainnya. Yang menjadi keprihatinan adalah efektivitas kegiatan ini.

Didalam ilmu manajemen kegiatan benchmarking menjadi salah satu alat untuk mengembangkan sistem. Didalam knowledge management juga ada kegiatan COP (common practices). Keduanya adalah untuk mengembangkan knowledge kita dengan membandingkan praktek yang kita lakukan dengan praktek orang lain. Yang menarik adalah apakah DPR kita ini sangat bermental inferior, dengan harus meniru praktek orang lain, apakah tidak sebaiknya kita secara inovatif mengembangkan sendiri model-model kebijakan publik kita.

Bukankah untuk mencari knowledge kita tidak harus bertemu secara langsung tacit-to-tacit. Jika memang itu harus dilakukan apakah dengan waktu 2-3 hari dapat menyerap semua aspek praktek-praktek sistem di negara lain tersebut. Saya pernah mendampingi anggota Dewan Yang Terhormat ini ke negara tetangga sebelah. Hm...mmm kayaknya tidak efektif. Datang, tanya sana tanya sini, sekitar 3 jam, setelah itu ada acara seremoni, makan, pindah ketempat lain tanya sana-sini 2 jam. selesai. Habis itu ketempat rekreasi, belanja.... uhhh... Padahal untuk mempelajari sistem ini dibutuhkan bertahun2 dengan membaca sekian buku, diskusi dengan pakar, kemudian melihat kondisi lapangan, ada adjustmen budaya, ekonomi, politik, teknologi dan seabreg faktor lainnya. Butuh effort yang besar.

Yang membuat heran lagi, kunjungan ini dilakukan pada saat bangsa Indonesia sedang terkena berbagai musibah. Dimana kepekaan mereka terhadap derita disekitarnya? Terakhir kepegiannya dilakukan secara diam-diam. Jika dilakukan diam-diam berarti perbuatan itu memalukan. Ketua DPR ketika ditanya bilang "Ketua tidak dapat membatalkan". Lalu anggota DPR yang akan pergi ketika ditanya "ini amanah dari pimpinan DPR". Kelihatan ngelesnya.

Masih banyak lagi tingkah DPR kita yang membuat prihatin. Kritik dan saran menandakan kita masih sayang sama mereka.... Kecuekan menandakan ketidakpedulian kita. So, semoga cepat berubah lebih baik lagi.



Pemerintah maunya apa?


Banjir yang meluluhlantakan tatanan ibu kota Jakarta terjadi pada tanggal 18 Oktober 2010. Dimulai dengan hujan deras mulai jam 15.00 s/d jam 18.00. Cukup membuat genangan air dimana-mana. Mode transportasi lumpuh, beberapa sungai meluap. Jalanan penuh dengan mobil, motor, dan orang-orang yang terjebak tidak bisa pulang. Moda transportasi kereta rel listrik juga lumpuh. Banyak teman sampai dirumah jam 23.00 malam, bahkan ada jam 2 dinihari baru sampai rumah.

Banyak omelan kepada penanggungjawab ibukota, siapa lagi kalau bukan bang kumis alias Mr. Fauzi bowo-Foke. Orang masih ingat pada waktu kampanye jargonnya adalah "serahkan pada ahlinya". Kemacetan, banjir, akan beres semua. Sayangnya ini menjadi semacam over promise under delivery. Tetap saja kemacetan makin lama makin parah, banjir juga demikian.

Kalau boleh menganalisa, permasalahan di ibukota karena banyaknya orang yang tinggal di Jakarta ini. "Gula Jakarta telah menyedot jutaan orang untuk datang ke Jakarta mencicipi manisnya gula". Coba kalau gula-gula ini lebih terdistribusi ke beberapa kota di Indonesia. Tentunya beban Jakarta akan sedikit terkurangi. Beberapa negara telah memisahkan antara pusat bisnis dan pusat pemerintahan. Malaysia dengan Putrajaya dan Kuala Lumpur, Sydney dan Canberra di Australia (CMIIW), dan beberapa negara lain.

Permasalahan lain adalah tidak adanya visi pemerintah kita untuk memberikan fasilitas yang nyaman kepada warganya. Lihatlah proyek monorail yang mandeg, proyek busway yang kelar2, tidak adanya kebijakan yang jelas mengenai pengaturan lalulintas (misal pembatasan kendaraan berdasarkan plat nomer, tahun pembuatan, ataupun cara lain, yg penting ada pengaturan yang jelas). Berapa sih dana dibutuhkan untuk buat monorail, membuat MRT Jakarta dan kota sekitarnya? 10, 20, 50, atau 100 triliun rupiah? Ataukah pemerintah takut untuk tidak populis? Harus berani donk. Masak kalah sama Sutiyoso dan Suharto.

Sementara untuk BLBI yg ternyata banyak dikemplang tikus-tikus kerah putih, pemerintah bersedia mengalokasikan ratusan triliun rupiah. Ataukah pemerintah terbelenggu kepentingan pemilik modal? Hanya Allah yang tahu. Wallahu alam bisawab.

Tulisan ini atas dorongan teman saya Mas Tatok Kurnianto untuk terus menulis...thanxs ya mas. yang penting nulis dulu.

Monday, May 3, 2010

Mutasi DNA Powerhouse-Pertamina


Sebelum bercerita tentang buku ini, rasanya perlu diketahui dulu mahluk apakah powerhouse itu. Powerhouse adalah perusahaan-perusahaan yang mempunyai ukuran sangat besar, dilihat dari asset, jumlah karyawan, memberikan kontribusi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan inovasi. Contoh-contoh dari powerhouse antaralain Saudi Aramco, Pertamina, Exxon, wallmart, sumitomo, Mithal, McDonald, Microsoft, Boeing, Airbus, dan Dupont. Powerhouse dapat dibedakan berdasarkan dari resources-based, people-based, dan knowledge-based.

Membaca buku ini, terasa enak dan tidak capek, karena buku ini bertutur dengan bahasa pop, sesuai pengarangnya yang mantan wartawan, Prof. Rhenald Kashali, Phd. Buku ini diterbitkan tahun 2008 dan saat ini telah ada satu buku lagi karya Rhenald Kashali-Myelin. Mudah2an nanti bisa direview juga disini.

Secara panjang lebar, buku ini mengulas tentang PT. PERTAMINA (Persero), yakni sebuah powerhouse milik Negara Indonesia (100% sahamnya dikuasai oleh Negara). Ulasan mencakup berbagai sudut, mulai dari pasang-surut PT. Pertamina tahun ke tahun, proses perubahan yang sedang dijalankan oleh Direksi yang dipimpin Arie Sumarno (diganti feb 2009), tantangan yang dihadapi oleh direksi BUMN ini terkait dengan program transformasi yang dilakukan, misalnya: sumber daya manusia Pertamina, culture perusahaan, campur tangan politik.

Yang menarik dari buku ini adalah kekayaan contoh-contoh dari perusahaan lain, terutama perusahaan powerhouse dari luar negeri dan sedikit dari perusahaan Indonesia. Sebagai contoh adalah ulasan tentang Aramco (sebuah perusahaan minyak Arab Saudi). Aramco merupakan perusahaan minyak terbesar didunia dengan menguasai cadangan minyak terbesar, produksi hariannya mencapai 11 juta barrel/hari (sebagai perbandingan produksi Indonesia hanya 1,03 juta barrel/hari). Dengan ukuran produksi yang sangat besar tersebut, Aramco menjadi motor penggerak ekonomi Arab Saudi, dari negara yang miskin menjadi negara yang berkemakmuran.

Contoh lain adalah bagaimana kejatuhan sebuah perusahaan BUMN minyak di India (ONGC-oil and natural gas corporation) akibat keserakahan dari politik untuk masuk dan menguasai perusahaan migas yang menghasilkan keuntungan yang besar.

Rhenald Kashali dalam buku ini menunjukkan cara melakukan perubahan dari kondisi yang buruk menjadi lebih baik. Prasyarat dari perubahan dan apa yang dilakukan selama perubahan diulas panjang lebar didalam buku ini. Sebagai contoh adalah prasyarat perubahan yang harus dimulai dari komitmen manajemen puncak untuk melakukan perubahan. Manajemen puncak yang harus memiliki VISI (visioner, integrator, socialite, dan illusionist), individu alpha, pengelolaan karyawan, dll.

Buku ini wajib dibaca bagi pemimpin, calon pemimpin, dan anggota organisasi yang menginginkan perusahaannya menjadi lebih maju, dan bercita-cita menjadi sebuah powerhouse kelas dunia. Bagi yang sudah jadi pimpinan, gunakan kekuasaan yang ada ditangan ada untuk berbuat kebaikan, membawa organisasi yang anda pimpin menjadi maju dan berkembang. Bagi yang belum jadi pimpinan, pemimpin tidak lahir dalam proses yang instant, semuanya melalui proses. Tempalah anda menjadi pemimpin yang ideal.

Wednesday, March 31, 2010

Depok Baru to Gatot Subroto


Tulisan ini semoga terbaca oleh pegawai dan pejabat Departemen Perhubungan, dinas perhubungan, atau siapapun yang mempunyai tanggung jawab mengatur lalulintas di negeri ini, khusunya jakarta dan sekitarnya.
Mungkin ini adalah kejengkelan saya terhadap manajemen transportasi di megapolitan Jabodetabek. Rumah saya di Depok, jarak ke kantor saya di daerah Gatot Subroto adalah 21 Km. Namun jarak yang relatif dekat ini (he..he..dibanding yang 30km keatas kan relatif deket...) harus ditempuh dalam waktu yang lama dan bervariasi, tergantung kondisi lalu lintas. Bisa 45 menit, bisa 1 jam, bisa 1,5 jam, tapi bisa juga 3 jam. Semua tergantung kondisi lalu lintas, melintas jam berapa, hujan apa enggak, ada kejadian aneh apa enggak (mobil mogok, etc, %*#&*).
Dari berbagai mode transportasi, saya sudah mencoba 3 mode transportasi: Sepeda Motor, Mobil, dan terakhir Kereta Rel Listrik (KRL). Semua ada plus minusnya...

Moda Sepeda Motor
Kekantor rata-rata dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam, berangkat jam 06.30 sampai kantor jam 07.50. dengan jalur Depok, Jagakarsa, Lenteng Agung, Pasar Minggu, Pancoran, Kuningan dan Gatot Subroto. Rute paling parah adalah sehabis underpass pasar minggu sampai pancoran. Walaupun anda naik motor, niscaya anda gak bisa srobot sana srobot sini, "tanya kenapa?" karena saking banyaknya volume kendaraan yang gak sebanding dengan lebar ruas jalan.
Plusnya adalah plus asap mobil, motor, solar dan debu, serta pegel2 di kaki dan badan. Kalau Hujan gak Kepanasan, kalau panas gak kehujanan. Minusnya adalah minus bensin alias mode irit. Beli bensin Rp. 15.000 bisa untuk bolak-balik 3 hari, murah tho. mungkin ini salah satu alasan meledaknya jumlah motor di Jakarta.

Moda Mobil
Moda ini digunakan kalau terpaksa, misal cuaca pas berangkat lagi hujan deras, ada keperluan misal meeting diluar, mau main futsal habis jam kantor, or ada acara lain. Harus berangkat pagi-pagi, jam 05.30, dengan rute yang sama akan sampai kantor jam 06.30, cepetkan cuma 1 jam...tapi pagi-pagi buta he..he... kalau berangkat jam 06.00 atau jam 06.30 sampai kantor bisa jam 09.00...what a wonderful Jakarta. Plusnya adalah kaki kiri pegel-pegel main kopling (mode manual belum matic....laki-laki sejati, oper gigi).

Moda Kereta Rel Listrik Sebenernya ini adalah moda yang paling feasible, cepat, awalnya nyaman, relatif murah. Untuk tiket KRL Express Depok-Dukuh Atas/Sudirman seharga Rp. 9.000. Cepat: karena dari Depok-Dukuh Atas Sudirman cuman dibutuhkan waktu paling lama 30 menit (dengan catatan everything is OK). Maksudnya OKe adalah tidak ada kereta mogok, tidak terjadi kerusakan teknis kereta, tidak ada kereta yang anjlok, tidak ada...tidak ada...dst.

Berangkat jam 06.40 sampai Dukuh atas jam 07.10. Kereta trip ini awalnya tidak penuh-penuh banget, tapi sekarang (saat ditulis akhir maret 2010), hm..hm..kereta ini gak nyaman lagi. terlalu banyak orang yang mau naik kereta ini. Sementara gerbong malah cuman 6 gerbong dari yang dulunya 8 gerbong. Akibatnya penuh, berdesak-desakkan, O2 menjadi rebutan...(masih dingin sih). So, dari Depok ke Dukuh Atas pasti berdiri, yang pake pada bawa kursi sendiri juga gak bisa pake...tereta ini terlalu penuh. Dari dukuh atas disambung pake Metromini 604 eh... 640. Posisi paling enak adalah duduk di kursi panjang paling belakang. lumayan buat ngobatin desak-desak 30 menit dikereta. fiuh...h...h.h.. Tapi moda paling nyama masih tetap KRL compare the 2 others. Semoga KRL menjadi lebih baik, lebih mengerti kemauan konsumen, lebih tepat waktu, lebih..lebih yang lain...
tut..tut..jeg-jeg..jeg-jeg....

Monday, March 29, 2010

Google Scholar

Google memang mesin pencari yang hebat. Program ini melakukan kustomisasi pelanggannya. Mulai dari mencari alamat situs, gambar, buku, terjemahan, dll. Untuk orang yang suka membaca, mencari artikel ilmiah, referensi, dari skripsi, thesis, disertasi, buku-buku dari berbagai bidang dapat menggunakan google scholar. Tulis aja http://scholar.google.com atau http://scholar.google.co.id.

Seperti pada pencarian google biasa, langkahnya:
1. masuk ke http://scholar.google.com atau http://scholar.google.co.id.
2. Setelah masuk, tulis nama pengarang atau tokoh yang akan kita cari. Misal Peter drucker. Didapat hasil 45.900 (dilakukan pada 29 Maret 2010 jam 11.19 WIB).

3.
Pilih artikel yang dibutuhkan.